Beranda Perbankan OJK: Kejahatan Perbankan Berasal dari Internal Bank

OJK: Kejahatan Perbankan Berasal dari Internal Bank

451
0

KOTAMOBAGU ONLINE – Kejahatan perbankan dipastikan melibatkan kalangan internal bank. Sebab, aturan dalam lembaga keuangan ini telah dibuat sedemikian ketat seusai dengan prinsip kehati-hatian. Hal itu diungkapkan Kelapa Otoritas Jasa Keuangan Sumatera Selatan Patahudin.

“Berdasarkan pengalaman saya sebagai pengawas bank selama belasan tahun, kejahatan perbankan itu pasti disebabkan internal bank itu sendiri. Jika pun dari luar, pasti ada kerja sama dengan orang dalam,” kata Patahudin di Palembang, Rabu, 10 Juni 2015.

Lantaran pengalaman ini, dia menuturkan OJK relatif mudah menemukan asal-muasal kejahatan perbankan (fraud) yang terjadi berdasarkan temuan sendiri atau laporan masyarakat.

Meski relatif mudah dalam penindakan, OJK mengaku kesulitan mencegah kejahatan perbankan tersebut di masyarakat.

“Mau aturan seketat apa pun, tetap saja muncul lagi dan muncul lagi, sehingga OJK saat ini lebih mengedepankan pencegahan dengan memberikan literasi mengenai jasa keuangan ke masyarakat,” ucapnya.

Literasi keuangan ini membuat masyarakat memahami persoalan risiko sehingga terhindar dari beragam praktek kejahatan jasa keuangan perbankan.

Pemahaman ini sangat dibutuhkan karena OJK ingin mendorong penggunaan produk jasa keuangan di Indonesia yang terbilang masih rendah dengan mencatat angka 28,4 persen untuk strata sosial terbawah dan 51,6 persen untuk kelompok masyarakat teratas.

“Tujuannya, dengan memahami produk jasa keuangan, dari risiko hingga manfaatnya, akan memunculkan keinginan masyarakat untuk menggunakannya (finansial inklusif),” ujarnya.

Namun, tutur dia, yang terpenting dari literasi keuangan ini adalah tidak sebatas mau memanfaatkan produk jasa keuangan (mau membeli), tapi mau mengubah prilaku dalam menggunakan uang yang dimiliki.

“Dulu ada yang suka boros. Setelah mengerti manfaat industri jasa keuangan, jadi gemar menabung dan investasi atau mulai menyiapkan masa datang dengan ikut program dana pensiun. Intinya, mengubah perilaku. Sebab, berdasarkan hasil penelitian, semakin tinggi finansial inklusif suatu negara, semakin makmur negara tersebut,” tuturnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, hanya satu pasal yang menyatakan pihak bank sebagai korban untuk kasushacking, skimming, dan perampokan bank secara manual, sehingga digiring ke penerapan KUHP atau ketentuan berkaitan dengan UU Informasi Transaksi Elektronik.

Selebihnya, yakni lima pasal lagi, menjadikan pihak bank sebagai pelaku kejahatan terkait dengan beragam kasus. Contohnya kasus Melinda Dee, yang membobol dana nasabah karena lemahnya pengawasan internal terhadap petugas pelayan konsumen.

sumber : http://bisnis.tempo.co/

Artikulli paraprakIngin Tahu Kejahatan Kartu ATM ?
Artikulli tjetërBegal ATM Makin Canggih, Ini Modus Terbarunya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.