Beranda Bolmong Iktibar Politik Praktis di Mongondow

Iktibar Politik Praktis di Mongondow

485
0
Iktibar Politik Praktis di Mongondow
Katamsi Ginano

YASTI SOEPREDJO MOKOAGOW-YANI TUUK (YSM-YT) dipastikan diusung sebagai pasangan Cabup-Cawabup Bolmong 2017-2022. Tidak itu saja. Media lokal Sulut dan BMR–terutama cetak, elekronik, dan sosial–hari ini, Selasa, 20 September 2016, diruahi prediksi ”sangat dimungkinkan” Pilkada Bolmong 2017 hanya diikuti pasangan tunggal.

Saya hanya ber-he he he menerima banyak kabar terkini dinamika Pilkada Bolmong itu. Bagi kebanyakan orang, terlebih yang capek dan mual terpapar aneka baliho dan kampanye para kandidat yang marak sejak beberapa bulan terakhir, kepastian diusungnya YSM-YT adalah kejutan tak disangka. Apalagi kemudian diimbuhi ”kemungkinan calon tunggal”.

Pasangan Cabup-Cawabup yang diusung partai peraih delapan kursi, PDIP, dan (kemungkinan) hampir seluruh parpol yang memiliki kursi di DPRD Bolmong itu, boleh dibilang sepi sosialisasi. Bahkan utamanya YSM, jangankan baliho sosialisasi, mencalonkan diri sebagai Cabup pun hampir tak pernah diwacanakan di antara pikuk koar-koar, silat, dan adu pesona mereka yang jauh-jauh hari menggadang diri jadi kandidat.

Apakah benar diusungnya YSM-YT adalah benar-benar kejutan? Dari perspektif ”politik praktis permukaan” tampaknya demikian. Namun, jika ditelaah lebih dalam, cermat, dan komprehensif, pasangan ini adalah keniscayaan yang normal untuk politik praktis yang cerdas, efektif, efisien, dan tepat bagi kondisi BMR secara umum dan Bolmong khususnya.

Dengan kata lain, untuk sekadar ”kurang ajar” dan ba terek, saya ingin bilang: Para wartawan, praktisi politik, dan pengamat yang berbulan-bulan terakhir mewacanakan Pilkada Bolmong, sekadar membual dengan referensi yang semata-mata dipetik begitu saja dari pohon gora. Demikian pula, para kandidat pengharap menjual diri mereka barangkali dengan panduan petunjuk cuci pakaian dari kotak sabun bubuk, bukan kalkulasi modal politik-sosial-ekonomi-dan budaya yang solid dan terukur.

Bahkan ketika situasi telah terang-benderang, sebagian mereka yang melibatkan diri dalam riuh Pilkada Bolmong menolak untuk menyadari bahwa pesta demokrasi ini sesungguhnya telah melampaui puncak persaingannya. Bahwa, bila tokoh-tokoh papan atas dan pusat politik praktis di Bolmong menghitung kembali, dengan kepala dingin pasangan YSM-YT bukan hanya menjawab kebutuhan faktual politik dan birokrasi, tetapi juga jalan tengah yang menguntungkan semua pihak.

Pertama, pencalon-(apalagi)tunggalan YSM-YT adalah kabar baik bagi politik praktis di Bolmong yang bagai tersandera politikus veteran dan itu-itu juga; mereka yang mentalitasnya medioker semata; atau yang terlampau tinggi menakar kapasitas dan kapabilitasnya. Saya tidak bermaksud mengecilkan tokoh seperti Djelantik Mokodompit atau Limi Mokodompit yang kalah di Pilkada terakhir yang mereka ikuti dan masih berambisi meraih kursi Bupati Bolmong 2017-2022. Apa tidak ada hobi atau kebisaan lain yang bisa menyibukkan mereka? Saya terheran-heran dengan PG atau PD yang belakangan (setidaknya di media) hanya puas menyasar kursi Cawabup. Demikian pula dengan petahana Salihi Mokodongan yang masih bersikukuh mencalonkan diri dan pendatang baru Sukron Mamonto yang mendadak mati-matian diasongkan oleh sejumlah orang.

Jika jabatan publik seperti Bupati-Wabup adalah akumulasi dari tabungan politik-sosial-ekonomi-budaya, kita bisa melihat bahwa pasangan YSM-YT tidak terbantahkan jauh melampaui para pesaingnya. Sebagai anggota DPR RI, selama dua periode jabatannya, YSM menunjukkan konsisten berpihak pada kepentingan BMR. Akan halnya YT, selama menjadi Wabup Bolmong 2011-2016, dia menunjukkan kesadaran terhadap posisi, fungsi, dan tanggung jawabnya. Orang banyak di Bolmong tahu persis, kendati punya peluang menyalip Bupati (terlebih partainya menjadi mayoritas di DPRD Bolmong) selama masa kepemimpinan mereka, Wabup tak pernah sekali pun melangkah keluar dari batas demarkasinya.

Kedua, sebab faktor pertama, jika parpol-parpol menengah dan kecil sependapat mencalonkan YSM-YT (dengan konsekwensi mereka adalah calon tunggal), selain meneduhkan tensi politik di jangka pendek, di jangka panjang justru menguntungkan karena memberikan kesempatan pematangan kualitas tokoh-tokoh yang kini baru bermunculan dan sebenarnya sekadar menguji seberapa besar modal politik dan sosial mereka di tengah konstituen.

Di periode setelah 2022, cukup waktu bagi PG, PD, Gerindra, dan Nasdem menyediakan tokoh-tokoh baru yang mampu menyaingi YSM. Bahkan, jika hanya menyasar posisi Wabup, peluang politikus seperti Jefry Tumelap (PD) terbuka lebar. Setelah YT (yang pasti tak bisa lagi mencalonkan diri sebagai Wabup), di masa datang dia adalah tokoh kuat dari Dumoga yang diharapkan memainkan peran lebih strategis.

Dan ketiga, diusungnya YSM oleh PDIP adalah sinyal rekonsialisasi yang lembut dan manis untuk internal parpol asalnya, PAN; contoh politik lapang dada bagi parpol yang lain; dan tawaran keseimbangan baru politik di Bolmong yang lebih akomodatif dan guyub.

Kita semua tahu, setelah Pilkada Boltim 2015, bandul rezim kekuasan di PAN Sulut dan BMR bergeser dari YSM-Tatong Bara ke Sehan Landjar-Jainuddin Damopolii-dan kelompoknya. Bukan rahasia lagi hubungan di antara dua faksi internal PAN ini terus-menerus berada di atas titik didih. Dengan dicalonkannya YSM dan PAN bergabung mendukung, terbuka lebar rekonsiliasi di antara dua faksi besar ini. Tanpa harus mengorbankan ego dan kebangaan salah satu pihak.

Bagi parpol yang lain, dengan melihat konstelasi lebih besar, misalnya PG dengan kepentingannya tetap mengusung Aditya Moha di DPR RI, persaingan memperebutkan konstituen menjadi lebih ringan. Aspek ini juga pantas dilirik parpol peraih suara signifikan lainnya seperti Gerindra dan PD. Sebab, sejujurnya, setelah YSM, kecuali Sehan Landjar turun langsung ke gelangang, kursi DPR RI yang mereka miliki hampri pasti akan terlepas.

Dan dengan ditumpahkannya dukungan seluruh parpol ke pasangan tunggal YSM-YT, serta mengingat PDIP-lah yang menjadi lokomotif (yang dengan penuh kerelaan hanya mengambil Wabup sebagai kompensasinya), mereka memikul tanggung jawab dan kewajiban moral bersikap adil dan akomodatif. Posisi yang saling melengkapi ini, bila direnungkan dengan kepala dingin dan demi kemaslahatan semua pihak–terutama masyarakat Bolmong–, barangkali adalah yang pertama dan menjadi terobosan politik tidak hanya di BMR.

Tentu alangkah bodoh, egois, dan buta-tulinya kita jika mengabaikan begitu saja peluang melahirkan sejarah politik praktis seperti itu.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

BMR: Bolaang Mongondow Raya; Bolmong: Bolaang Mongondow; Cabup: Calon Bupati; Cawabup: Calon Wakil Bupati; DPRD: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; DPR RI: Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia; Gerindra: Gerakan Indonesia Raya; Nasdem: Nasional Demokrat; PAN: Partai Amanat Nasional; Parpol: Partai Politik; PD: Partai Demokrat; PDIP: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan; PG: Partai Golkar; Pilkada: Pemilihan Kepala Daerah; Sulut: Sulawesi Utara; Wabup: Wakil Bupati; dan YSM-YT: Yasti Soepredjo Mokoagow-Yani Tuuk.

Artikulli paraprakWatung Minta Pengelola BUMDes Profesional
Artikulli tjetërBupati Watung Ingatkan Camat dan Sangadi Soal Pajak

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.