Beranda Berita Utama Tragedi Permesta di Bolangitang Kabupaten Bolmong Utara

Tragedi Permesta di Bolangitang Kabupaten Bolmong Utara

573
0

Oleh : Ridwan Lasamano

BERADA di bulan April ini, menggelitik naluri sejarah. Ada peristiwa yang pernah terjadi pada bulan April di Wilayah Bolangitang pada Tahun 1959. Banyak generasi muda yang tidak tahu tentang hal ini.

Jika kita melewati Desa Bolangitang tepatnya di Pertigaan ke arah Padang, di pertigaan itu ada sebuah Tugu yang sampai saat ini berdiri kokoh, penasaran dengan keberadaan tugu tersebut, memancing rasa ingin tahu, sehingga mendekat dan membaca, ternyata tertulis angka 19-4-1959. Setelah melalui penelusuran bahwa ternyata Tugu ini adalah peringatan pergolakan Permesta di Bolangitang dan angka yang tertulis 19-4-1959 adalah tanggal pembebasan wilayah Bolangitang oleh Tentara Pusat dari Tentara Permesta.

Dalam Sejarah Nasional Indonesia, maka akan kita dapati fakta sejarah tentang munculnya gerakan-gerakan separatis pasca Proklamasi Kemerdekaan. Gerakan-gerakan separatis yang membuat gerah pemerintah Pusat dikala itu karena harus menguras energi Militer untuk menumpas pemborontakan yang merongrong keutuhan Wilayah NKRI.

Salah satu gerakan Separatis yang muncul adalah Perjuangan Rakyat Semesta (PERMESTA) yang dideklarasikan di Makassar sebagai Ibukota Propinsi Sulawesi dikala itu. Gerakan Permesta dideklarasikan oleh Letkol Ventje Sumual pada tanggal 2 Maret 1957. Pada saat dideklarasikan, gerakan ini didukung oleh Masyarakat Makassar namun lambat laun masyarakat mulai memusuhi permesta.

Mencermati kondisi masyarakat yang mulai tidak suka dengan Permesta, maka setahun kemudian yaitu pada Tahun 1958 Markas Besar Permesta dipindahkan ke Manado. Pada saat itu Pemerintah Pusat mengambil tindakan tegas dengan operasi Militer menumpas gerakan Permesta.

Tulisan ini bukanlah bermaksud membedah tentang sejarah permesta secara paripurna, karena persoalan tentang Permesta sampai hari ini masih terdapat perbedaan persepsi tentang konsep kejuangan mereka memisahkan diri dari Pemerintah Pusat.

Tulisan ini hanyalah mengambil sedikit torehan sejarah di Tanah Bolangitang. Dimana ketika itu Bolangitang yang merupakan wilayah Bolaang Mongondow dan ada di Pulau Sulawesi sebagai basis Permesta maka suka atau tidak suka, Bolangitang harus ikut dalam pusaran Sejarah ini.

Tidak hanya sekedar ikut dalam riak kecil dari gelombang besar, namun berdasarkan beberapa literatur tertulis dan penuturan lisan bahwa Wilayah Bolangitang ikut bergolak ketika itu. Tugu yang ada di Desa Bolangitang yang sampai saat ini berdiri kokoh, menjadi penanda peristiwa masa itu. Tentunya bukan tanpa sebab khusus jika ditempat ini harus dibuatkan Tugu peringatan seperti ini, tentunya ada momentum sejarah yang harus dikenang oleh generasi kemudian. Ada banyak hal yang terjadi di Bolangitang dikala Permesta.

Banyak harta benda milik rakyat bahkan nyawa yang melayang dalam peristiwa ini. Dimana Permesta yang menggunakan taktik bumi hangus menjelang kekalahan mereka atas pemerintah Pusat. Banyak rumah-rumah penduduk yang dibakar. Bahkan dalam sejarah Bolaang Mongondow, Taktik Bumihangus oleh Permesta banyak menimbulkan korban Materiil dan korban jiwa bagi rakyat Boloaang Mongondow, bahkan banyak situs-situs sejarah dan budaya yang dibumihanguskan di Bolang Mongondow.

Salah satu peristiwa yang terjadi di Bolangitang pada saat Permesta adalah saat menjelang kekalahan mereka, Permesta “Sempat” melampiaskan kemarahan mereka dengan membakar Jembatan Pontoh yang ada di perbatasan antara Desa Langi dan Sonuo.
Pembakaran Jembatan ini terjadi pada tanggal 16 April 1959. Menurut cerita orang-orang yang hidup di zaman itu, atas perintah Tentara Permesta, Kopra diangkut dengan pedati dan dikumpulkan di atas jembatan dan dibakar bersama dengan jembatan tersebut.

Jembatan yang pernah menjadi kebanggan Masyarakat Bolangitang ketika itu, dibangun pada tahun 1930 atas prakarsa dari dari Raja Ram Suit Pontoh, dimana beliau yang memimpin langsung pekerjaan ini. Jembatan sepanjang 52 Meter ini arsiteknya adalah seorang yang berkebangsaan Belanda bernama Ir. Tergaast. Sebagian besar perkakasnya dari Kayu Hitam yang daya tahannya diperkiraan sampai ratusan Tahun. Tapi sayang hari ini tak berbekas sebagai ulah dari Permesta.

Bahkan sebelum membakar jembatan ini, Permesta sempat mengancam akan membakar Komalig (Istana) Raja di Boroko, namun atas upaya dari Raja R.S. Pontoh, Komalig selamat dari bumihangus dan bangunan bersejarah ini dapat kita saksikan sampai hari ini. Kegagalan Permesta membakar Komalig, mereka lampiaskan di Jembatan di Langi. Kalau kita baca Sejarah Bolaang Mongondow, Komalig juga dibakar oleh tentara Permesta.

Tanggal 19 April 1959 Tiga hari sesudah peristiwa pembakaran jembatan, terjadi pertempuran hebat di Bolangitang, Pasukan Permesta dibawah komando Kapten D.J.Somba harus bertekuk lutut kalah ketika diserbu oleh Tentara Pusat dibawah Komando Sersan Mayor Mulyadi dari Bataliyon C Remaja Brawijaya. Mengakhiri petualangan Permesta di wilayah ini.

Tidak hanya itu, Banyak juga kisah-kisah tentang Permesta yang menebar teror dan ketakutan terhadap penduduk. Maka seharusnya, Kedepan harus ada upaya untuk menuntut ganti rugi korban kejahatan Perang Permesta terhadap Bolangitang.

(*)

Artikulli paraprakBupati Optimis Pertahankan WTP
Artikulli tjetërKunjungi Desa Bilalang I, Menteri PDTT Berikan Bantuan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.